PT. BC Terancam Izin nya dicabut, Ada apa…?!!

HUKUM121 Dilihat

Berau – Kalimantan Timur, mitratnipolri.co.id

Dalam persidangan sengketa lahan antara Kelompok Tani Usaha Bersama Maraang (Poktan UBM) dan PT Berau Coal yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb dari alat bukti surat yang kami ajukan ke persidangan dan juga keterangan saksi-saksi yaitu tiga saksi kunci yang membantah keabsahan bukti milik PT Berau Coal, terutama terkait dokumen pembebasan lahan yang dinilai bermasalah dan diduga kuat dipalsukan.

Mereka diantaranya adalah Beddu (80), Kamaruddin (71), dan Tamrin (75), merupakan tokoh masyarakat sekaligus mantan Ketua RT di wilayah Kampung Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur.
Mereka bersaksi bahwa tanah yang disengketakan sejak awal digarap oleh masyarakat, bahkan jauh sebelum keberadaan perusahaan tambang tersebut. Beddu, sebagai Ketua RT terlama, mengungkapkan bahwa kelompok tani sudah terbentuk sejak tahun 2000 dengan nama Poktan UBM.

Dalam keterangannya di persidangan, Kamaruddin menyebutkan bahwa dirinya menjabat sebagai Ketua RT.9 di lokasi tersebut pada periode 2001 hingga 2003. Ia menegaskan bahwa tanah tersebut merupakan milik kelompok tani dan bukan wilayah konsesi perusahaan. “Saya tahu betul lahan itu digarap oleh masyarakat, bukan perusahaan. Ketua kelompok tani waktu itu adalah Samppara,” ujar Kamaruddin di hadapan majelis hakim.

Keterangan para saksi ini sekaligus membantah legalitas surat garapan dan bukti pembebasan lahan yang diajukan oleh PT Berau Coal. Bahkan menurut kami tanda tangan RT setempat yang tercantum dalam dokumen tersebut diduga dipalsukan. “Ini sudah melanggar hukum. Mereka gunakan tanda tangan RT.9 yang sudah tidak menjabat sejak 2003 sehingga sangat patut diduga terjadi pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 KUHP bahkan jika pemalsuan tersebut dilakukan terhadap akta otentik yang dalam hal ini surat tanah maka akan dijerat dengan Pasal 264 KUHP yang tentunya ancaman pidananya lebih berat.

Oleh karena apabila kita melihat kompleksitas permasalahan yang dilakukan oleh PT. Berau Coal dilihat dari dugaan tindak pidana tersebut maka bukan hal yang mustahil apabila Izin Usaha Pertambangan (IUP) dapat dicabut.

Yang menjadi dasar hukum pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, terutama UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), khususnya pada Pasal 119. Selain itu, ada juga dasar hukum lain yang terkait seperti PP Nomor 96 Tahun 2021 dan Perpres No. 1 Tahun 2022.

M. Rafik menambahkan,
“Rencana saya mau ke DPR dan kementerian ESDM untuk menyerahkan bukti terkait banyaknya bukti yang diserahkan PT.BERAU COAL yang diduga kuat palsu. Sebab apabila ini dibiarkan sama saja dengan melecehkan UU dan aturan dinegeri ini. Jadi masalah ini bukan hanya tentang kerugian masyarakat tapi ini sudah menyangkut wibawa hukum di negeri ini.

Kalau semua yang diduga palsu terbukti, maka sudah seharusnya ijin perusahaan dicabut. Setidaknya ditinjau ulang. Jangan sampai UU dinegeri ini dianggap remeh oleh kaum oligarki. Kami rakyat kecil sangat mengharapkan keadilan ditegakkan,perlu diingat UU salah satu penentu wibawa negeri ini. Semoga para penegak hukum dinegeri sadar kalau mereka adalah pondasi kokohnya negeri tercinta ini,” pungkas Rafik.

Jurnalis : Yudhi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *