Badan Penyelenggara Advokasi Independen (BPAI), Minta Amdal PT. BC Di Audit.

HUKUM, Info Publik136 Dilihat

Kab. Berau, mitratnipolri.co.id

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
(DLHK) Kabupaten Berau enggan memberikan tanggapan soal AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) PT. BC di duga tidak melakukan analisis yang cukup mendalam terhadap dampak lingkungan, sehingga rekomendasi yang diberikan pemerintah daerah dianggap tidak efektif dalam mencegah atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan tambang begitu juga dengan dampak kerugian terhadap masyarakat tempat dimana lokasi tersebut dilakukan pertambangan.

Bahkan menurut pengakuan kepala kampung tumbit melayu, mantan kepala kampung tumbit melayu, camat teluk bayur dan mantan camat gunung tabur tidak pernah dilibatkan dalam proses AMDAL milik PT. BC sehingga banyak menimbulkan permasalahan di lapangan juga memberikan dampak kerugian terhadap masyarakat di daerah terdampak.

Yudhi Tubagus Naharuddin dari Badan Penyelenggara Advokasi Independen (BPAI), jika PT. BC terbukti melakukan cacat prosedur dalam penerbitan AMDAL ia meminta agar PT. BC untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan ini cukup beralasan secara hukum. Apalagi perusahaan ini sudah beroperasi puluhan tahun.

“Semestinya, hadirnya perusahaan PT. BC dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat dengan program CSR, namun faktanya dilapangan malah bukannya menguntungkan masyarakat tapi menyusahkan dengan adanya perampasan secara sepihak terhadap lahan-lahan kelompok tani masyarakat di daerah Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

“Sebagai entitas yang bergerak di bidang pertambangan batubara, PT. BC sebagaimana usaha pada umumnya termasuk jenis aktivitas yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dan oleh karenanya wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL atau SPPL,” ujar Yudhi.

“Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup bagi suatu perusahaan (Pasal 24). Tidak dipenuhinya dokumen AMDAL maka suatu perusahaan dikualifikasikan tidak memenuhi persyaratan diterbitkannya perizinan perusahaan, atau persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dan karenanya tidak dapat beroperasi. Karena itu, Pemkab Kabupaten Berau melalui instansi terkait DLHK harus memberi atensi serius terhadapu hal ini,” tegasnya.

“Seharusnya, Pemkab kabupaten Berau sesuai kewenangannya segera memeriksa ke lapangan. Apabila terbukti perusahaan tidak memiliki legalitas AMDAL setiap kampung, maka harus diberi sanksi yang tegas. Seperti Pasal 63 ayat (3) UU Cipta Kerja mengatur tugas dan kewenangan pemerintah daerah, melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan, menertibkan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah daerah pada tingkat kabupaten serta dapat melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten.

“Jika perusahaan tidak memenuhi ketentuan AMDAL berbagai sanksi dapat diterapkan. Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan meliputi sanksi administratif berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah berupa penghentian sementara kegiatan produksi, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan perizinan berusaha. Selain sanksi administratif, jika pelanggaran AMDAL menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman penjara dan denda. Menurut Pasal 98 ayat (1) UUPPLH menetapkan sanksi pidana hingga 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar,” tuturnya.

Begitupun terhadap pejabat yang berwenang, dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, hilangnya nyawa manusia. Menurut Pasal 112 UU Cipta Kerja menetapkan sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.- (Lima ratus juta rupiah).

“Sebelum diberikan sanksi terhadap perusahaan, perlu dilakukan Audit lingkungan hidup. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini sejalan dengan Pasal 48 UUPLH bahwa Pemerintah Daerah berwenang mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup,” jelasnya.

Apabila ditemukan adanya pelanggaran, pelaku usaha dapat dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 63 ayat (3) UU Cipta Kerja dan Pasal 98 ayat (1) UUPPLH. Sementara itu, terhadap pejabat yang sengaja tidak melakukan pengawasan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 112 UU Cipta Kerja. Pungkas Yudhi.

Jurnalis : Mardian Jafar.

Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *