Soal ODOL : Pempropsu dan Pemkab Labuhanbatu Lakukan Pembiaran Pelanggaran over tonase.

Berita36 Dilihat

Labuhan batu

mitratnipolri.co.id / Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, dinilai secara terang – terangan turut serta menabrak peraturan perundang undangan Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan.

Hal itu dikatakan Sekretaris Aliansi Masyarakat Bilah Hilir ( AMBIL) Sofyan Ritonga SH, kepada awak media ini terkait hancurnya jalan lintas propinsi dari Aek Nabara – Tanjung Sarang Elang wilayah pesisir Kabupaten Labuhanbatu yang disebabkan over Dimensi dan Over Loding( ODOL) armada yang melintasi jalan tersebut.di kecamatan bilah hilir, kabupaten labuhan batu, provinsi Sumatera Utara Jumat, (15/08/2025)

Menurut Sofyan, dalam UU Nomor 22 tahun 2009 pasal 19 tentang kelas jalan menegaskan secara lugas,tegas dan jelas, kelas III ayat C, muatan sumbu terberat adalah 8 ton.

“Jalan Aek Nabara – Tanjung Sarang Elang adalah kelas III C, sedangkan yang melintas membawa muatan hingga 35 ton. Isi pada pasal 19 itu sangat jelas, tetapi implementasi terhadap UU nomor 22 tahun 2009 dari pemerintah propinsi mau pun pemerintah kabupaten nol besar,”katanya.

Ditegaskannya, hingga hari ini undang – undang tersebut ditabrak oleh pihak pengusaha dan pemerintah tutup mata. Karena itu sofyan menilai Pemprovsu dan Pemkab Kabupaten turut serta melakukan perusakan jalan ke arah pesisir pantai.

Katanya lagi, lalu lalangnya angkutan truck tangki CPO dari PMKS yang ada di wilayah pantai, serta truck pengangkut buah sawit dengan muatan over tonase bukan hitungan hari, tetapi sudah berlangsung bertahun – tahun dan menyebabkan hancurnya jalan dari Aek Nabara – Tanjung Sarang Elang.

“Tetapi tindakan tegas dari pemerintah terhadap pihak pengusaha perusahaan perkebunan mau pun PMKS sama sekali tidak pernah ada. Lalu untuk apa undang – undang dibuat namun tidak diimplementasikan sebagai bentuk tegaknya supremasi hukum. Sebagai rakyat, saya sangat kecewa dengan diamnya pemerintah eksekutif mau pun legislatif yang tidak ada penindakan dan ketegasan,”sebut Sofyan dengan nada 5 oktaf.

Bila merujuk pada UU Nomor 22 tahun 2009, lanjutnya, dalam pasal 258 menyebutkan,‘Masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana jalan, pembangunan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalulintas dan angkutan jalan.

“Jelas pada pasal itu disebut ada peran masyarakat, tetapi ketika masyarakat bersuara tidak didengar oleh pemerintah. Telinga mereka ditulikan, mulut dibisukan, di perut dikempiskan, akal sehatnya dimatikan. Undang – Undang dan peraturan yang ada tak ubahnya dianggap sampah belaka. Ketika kami beraksi, dianggap provokasi dan merugikan kelompok kapitalis dan oligarki,”ucap Sofyan dengan nada rada emosi.

Menurut Sofyan, ketika suara sudah didengungkan, keluhan sudah disampaikan kepada pemerintah, baik eksekutif dan legislatif, tetapi tidak ada responsif dan tindakan low enforcement dari pemerintah, tidak ada jalan lain selain aksi massa dengan kekuatan people power to street.

” Karena itu dalam waktu dekat ini kami dari Aliansi Masyarakat Bilah Hilir akan menggelar aksi penyetopan seluruh armada yang over tonase. Akan kami kibarkan bendera one piece dalam aksi kami nantinya,”ungkapnya.

Di tempat yang sama, warga setempat V Situmorang yang pernah menjadi aktivis 99 mengatakan, pelanggaran tentang lalu lintas dan angkutan (tonase) yang terjadi selama ini menganalogikan domba yang digembalakan serigala.

“Domba berani karena tau Serigala tidak akan memakannya. Karena ada konspirasi antara pemilik domba dan Srigala. Karena adanya konspirasi tersebut, sulit ketahuan ketika Srigala mengenakan bulu domba, “imbuhnya.

Situmorang menegaskan, terjadinya kerusakan jalan yang disebabkan over tonase muatan bukan semata kesalahan pihak pengusaha. Tetapi karena ada restu atau pembiaran terhadap pelanggaran undang – undang dari pemerintah itu sendiri.

Katanya lagi, penegasan soal UU nomor 22 tahun 2009 semakin diperkuat merujuk pada Peraturan Menteri ( Permen) PU nomor 1 tahun 2012 tentang pedoman peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan. Pada pasal 273 mengatur ketentuan pidana Undang Undang No. 38 Tahun 2024 tentang jalan.

“Bila regulasi tak diimplementasi, hanya menjadi aplikasi, Maka lahirlah birokrasi yang bobrok ! Ingat, rakyat berteriak karena hukum yang pincang dan menafikan kepentingan rakyat.Wajar jika terjadi gejolak di pelosok daerah,”paparnya.

Jurnalis : ( Sibarani)

Editor : ( Taufik )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *