Oleh : Dr. Efendi Sugianto, S.Pd.I.,S.E.,M.M. Dosen Universitas Pertiba Pangkalpinang
Bangka Belitung | mitratnipolri.co.id Aksi demonstrasi masyarakat terhadap PT Timah Tbk pada 6 Oktober 2025 menjadi cerminan nyata keresahan sosial ekonomi yang tengah berkembang di tengah masyarakat Bangka Belitung, demonstrasi ini dilatarbelakangi oleh isu ketidakadilan ekonomi, eksploitasi sumber daya alam dan ketimpangan kesejahteraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar tambang, maka dalam konteks ekonomi syariah, penyampaian aspirasi melalui aksi sosial seperti ini merupakan bentuk amar ma’ruf nahi munkar, yakni menyeru kepada kebaikan dan menolak ketidakadilan, selama dilakukan dengan cara damai, beretika dan tidak menimbulkan kerusakan (fasad) di muka bumi.
Secara prinsip, ekonomi syariah memandang bahwa kesejahteraan masyarakat tidak boleh terpinggirkan oleh kepentingan korporasi.
Aset alam, seperti timah, termasuk dalam kategori mal mustarakah (harta bersama) yang penggunaannya harus memberikan manfaat bagi seluruh umat, ketika pengelolaan sumber daya tersebut hanya menguntungkan segelintir pihak dan mengabaikan hak masyarakat sekitar, maka muncul ketimpangan yang bertentangan dengan prinsip maslahah (kemaslahatan umum), oleh karena itu aspirasi yang disuarakan masyarakat dalam demo tersebut patut dipahami sebagai panggilan moral untuk menegakkan keadilan distributif dalam perspektif Islam.
Namun, Islam juga menekankan adab dalam menyampaikan aspirasi. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa perubahan harus dilakukan dengan hikmah, kesabaran dan tanpa kekerasan, demonstrasi yang menimbulkan kerusuhan perusakan fasilitas umum atau mengganggu ketertiban sosial bertentangan dengan nilai wasathiyah (moderat) yang menjadi ruh ekonomi syariah, oleh karena itu aksi massa sebaiknya dijadikan sarana dialog terbuka antara masyarakat, pemerintah dan PT Timah Tbk, sehingga solusi dapat ditemukan melalui musyawarah (syura) dan bukan konfrontasi.
Dari sisi etika bisnis Islam, perusahaan tambang memiliki tanggung jawab sosial (mas’uliyyah ijtima’iyyah) untuk menjaga keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan keberlanjutan sosial-lingkungan. PT Timah Tbk, sebagai pelaku industri besar seharusnya menerapkan prinsip ihsan dalam operasionalnya, yakni berbuat lebih dari sekadar memenuhi kewajiban hukum, kewajiban itu mencakup pelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal serta transparansi dalam pengelolaan dana sosial perusahaan, bila prinsip-prinsip ini diabaikan maka lahirlah ketidakpercayaan publik yang memicu aksi protes seperti yang terjadi.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, ekonomi syariah menekankan pentingnya keseimbangan antara profit (keuntungan), people (masyarakat), dan planet (lingkungan), demonstrasi yang terjadi sebenarnya menjadi indikator bahwa aspek people dan planet belum mendapat perhatian seimbang dibanding profit. Islam menolak praktik ekonomi yang eksploitatif karena bertentangan dengan prinsip adl (keadilan) dan rahmah (kasih sayang), oleh sebab itu keadilan ekonomi hanya bisa terwujud jika distribusi manfaat hasil tambang benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat banyak, bukan hanya pada elite ekonomi.
Selain itu, aksi masyarakat terhadap PT Timah Tbk juga dapat dipahami sebagai refleksi kegagalan komunikasi antara pemangku kepentingan, maka dalam konsep ekonomi syariah, komunikasi dan transparansi (shidq dan amanah) merupakan pilar utama kepercayaan (trust), ketika perusahaan tidak membuka ruang dialog yang jujur dan terbuka, maka ketegangan sosial menjadi sulit dihindari, oleh karena itu prinsip musyawarah perlu dijadikan mekanisme permanen dalam mengelola relasi antara korporasi dan masyarakat agar keadilan dan kepercayaan tetap terjaga.
Dari perspektif kebijakan publik berbasis syariah, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam tidak hanya menguntungkan negara, tetapi juga menyejahterakan masyarakat lokal, dalam hal ini pemerintah bertindak sebagai khalifah yang mengatur pemanfaatan sumber daya demi kepentingan bersama, jika kebijakan tambang lebih berpihak pada korporasi, maka ketimpangan ekonomi akan terus meluas dan merusak tatanan sosial, aksi demonstrasi yang muncul adalah bentuk koreksi sosial terhadap kebijakan yang tidak adil, sebagaimana dibenarkan oleh prinsip hisbah dalam Islam.
Akhirnya, penyampaian aspirasi melalui demo PT Timah Tbk harus dilihat bukan semata sebagai konflik ekonomi, tetapi sebagai proses pembelajaran sosial menuju sistem ekonomi yang lebih berkeadilan. Ekonomi syariah mengajarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara keuntungan dan tanggung jawab sosial, masyarakat berhak menyuarakan aspirasi mereka, sementara perusahaan dan pemerintah berkewajiban mendengarkan dan menindaklanjuti secara konstruktif, bila semua pihak menjunjung tinggi nilai keadilan, kejujuran, dan musyawarah, maka perbedaan dapat diselesaikan dengan damai dan kesejahteraan kolektif dapat diwujudkan sesuai tuntunan Islam.
Riwayat Penulis Dr. Efendi Sugianto, S.Pd.I.,S.E.,M.M.,C.HL.,C.MTr., adalah Dosen Ekonomi Syariah Universitas Pertiba Pangkalpinang yang merupakan Lulusan (S3) / Doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Penulis juga berlatarbelakang Purnawirawan Polri Polda Kep. Bangka Belitung.